FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CASH HOLDING

Abstract

Pada tahun 2017 terdapat masalah yang terjadi pada PT Pembangunan Jaya Ancol tbk (PJAA). Dalam laporan keuangan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) pada tahun 2017 terlihat ada penurunan pada posisi kas dan setara kas yaitu 43% menjadi Rp 425,4 miliar dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 753,9 miliar. Hal ini memicu masalah pada perusahaan terutama pada masalah cash holding nya. Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam sektor perdagangan, jasa, dan investasi ini mengatakan penurunan kas dan setara kas ini lantaran pihaknya memiliki utang yang jatuh tempo. Perusahaan berkode saham PJAA ini telah melakukan pembayaran utang bank senilai Rp 140 miliar, pembayaran utang obligasi sebesar Rp 200 miliar, dan pembayaran dividen senilai Rp 49,5 miliar. Di sisi lain, Jaya Ancol sempat mendapat pinjaman dari Bank Mandiri dengan nominal sekitar Rp 200 miliar, hampir sebagian besar dana tersebut digunakan untuk keperluan operasional atau modal kerja, khususnya untuk biaya pemasok. Mengutip laporan perusahaan, sepanjang tahun 2017, PJAA membukukan pendapatan usaha Rp 1,24 triliun, turun sekitar 3,12% dari tahun 2016 yang sebesar Rp 1,28 triliun.  Sementara itu, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (laba bersih) yang dicatatkan oleh perusahaan sepanjang tahun 2017 lalu mencapai Rp 220,21 miliar naik 68% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 130,82 miliar. Sementara itu pula, posisi utang perseroan yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun sekitar Rp 878,06 miliar. (Sumber : Kontan.co.id, 19 Maret 2018).

Dari fenomena di atas dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara masalah pada PJAA dengan teori agency. Dimana masalah yang terjadi pada PJAA melibatkan stake holder pada perusahaan PJAA dan teori agency juga timbul dari alokasi sumber daya yang tidak efisien yang disebabkan oleh konflik kepentingan antara pemegang saham, kreditor, dan para manajer (Harmono, 2015) dalam (Sjamsul, Choirul, Darmansyah. 2019).